Kementerian Dalam Negeri saat ini sedang melakukan pengkajian kebutuhan pegawai negeri sipil (PNS). Salah satu yang menjadi bahan kajian menyangkut moratorium atau penghentian sementara perekrutan calon PNS. Demikian disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi seusai menghadiri puncak acara Hari Keluarga tingkat Nasional XVIII di Lapangan Kota Baru Parahyangan, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Kamis (30/6).
Dikatakan Gamawan, perlu telaah yang komprehensif dalam menyikapi usulan moratorium PNS tersebut. “Untuk menyikapi permasalahan yang ada dalam sistem kepegawaian tidak boleh hanya melihat sisi jumlahnya semata. Adapun rasio perbandingan kebutuhan masyarakat dengan ketersediaan PNS sebagai gugus pelayanan, saat ini dapat dikatakan tidak terlalu tinggi. Jumlah PNS di Indonesia baru mencakup 2,4% penduduk,” ujar Gamawan.
“Dahulu sekitar 2,4 per seratus, atau seratus warga dilayani 2,4 PNS. Di negara ASEAN jumlah PNS rata-rata 3% jumlah penduduk. Berarti sebenarnya di Indonesia masih rendah, oleh karena itulah pemerintah perlu melakukan kajian moratorium PNS yang mendalam,” ujarnya.
Dijelaskannya, kajian yang perlu dilakukan dalam menyikapi moratorium PNS harus menganalisis berbagai aspek, yaitu distribusi PNS, kualifikasi, kompetensi, dan kebutuhan, yang dipengaruhi faktor teknis dan non-teknis. “Kajian pun harus sampai melakukan penelaahan kualifikasi PNS yang ada saat ini. Perlu analisis tentang kesesuaian antara PNS yang ada dengan kualifikasi yang tersedia. Oleh karena itu, kita tidak bisa langsung mengatakan (jumlah PNS) harus dikurangi secara menyeluruh,” paparnya.
Menurutnya, penyelesaian pengkajian moratorium PNS itu tidak dapat ditargetkan, karena harus dikaji oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sebagai leading sector. “Yang patut jadi bahan pertanyaan apakah PNS yang ada sekarang itu sudah memenuhi kualifikasi kebutuhan atau malah sebaliknya kualifikasi kebutuhannya bukan seperti itu,” kata Gamawan.
Menyangkut persoalan beban anggaran untuk belanja pegawai yang tinggi, Gamawan mengatakan kondisi antardaerah tidaklah sama. Ada yang APBD-nya habis terserap 70 persen untuk belanja pegawai. Namun di daerah lain hanya menghabiskan 15 persen dari total APBD.
Sebelumnya, Dirjen Anggaran Kementrian Keuangan melaporkan anggaran untuk PNS setiap tahun meningkat. Pada 2005, anggaran PNS Rp 54,3 triliun, kemudian membengkak menjadi Rp 162,7 triliun (APBNP) atau 147,9 triliun (realisasi) pada 2010. Kenaikan drastis juga terjadi pada 2011, anggaran belanja PNS sebesar Rp 180,6 triliun (RAPBN) atau Rp 180,8 triliun (APBN).
Dikatakan Gamawan, perlu telaah yang komprehensif dalam menyikapi usulan moratorium PNS tersebut. “Untuk menyikapi permasalahan yang ada dalam sistem kepegawaian tidak boleh hanya melihat sisi jumlahnya semata. Adapun rasio perbandingan kebutuhan masyarakat dengan ketersediaan PNS sebagai gugus pelayanan, saat ini dapat dikatakan tidak terlalu tinggi. Jumlah PNS di Indonesia baru mencakup 2,4% penduduk,” ujar Gamawan.
“Dahulu sekitar 2,4 per seratus, atau seratus warga dilayani 2,4 PNS. Di negara ASEAN jumlah PNS rata-rata 3% jumlah penduduk. Berarti sebenarnya di Indonesia masih rendah, oleh karena itulah pemerintah perlu melakukan kajian moratorium PNS yang mendalam,” ujarnya.
Dijelaskannya, kajian yang perlu dilakukan dalam menyikapi moratorium PNS harus menganalisis berbagai aspek, yaitu distribusi PNS, kualifikasi, kompetensi, dan kebutuhan, yang dipengaruhi faktor teknis dan non-teknis. “Kajian pun harus sampai melakukan penelaahan kualifikasi PNS yang ada saat ini. Perlu analisis tentang kesesuaian antara PNS yang ada dengan kualifikasi yang tersedia. Oleh karena itu, kita tidak bisa langsung mengatakan (jumlah PNS) harus dikurangi secara menyeluruh,” paparnya.
Menurutnya, penyelesaian pengkajian moratorium PNS itu tidak dapat ditargetkan, karena harus dikaji oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sebagai leading sector. “Yang patut jadi bahan pertanyaan apakah PNS yang ada sekarang itu sudah memenuhi kualifikasi kebutuhan atau malah sebaliknya kualifikasi kebutuhannya bukan seperti itu,” kata Gamawan.
Menyangkut persoalan beban anggaran untuk belanja pegawai yang tinggi, Gamawan mengatakan kondisi antardaerah tidaklah sama. Ada yang APBD-nya habis terserap 70 persen untuk belanja pegawai. Namun di daerah lain hanya menghabiskan 15 persen dari total APBD.
Sebelumnya, Dirjen Anggaran Kementrian Keuangan melaporkan anggaran untuk PNS setiap tahun meningkat. Pada 2005, anggaran PNS Rp 54,3 triliun, kemudian membengkak menjadi Rp 162,7 triliun (APBNP) atau 147,9 triliun (realisasi) pada 2010. Kenaikan drastis juga terjadi pada 2011, anggaran belanja PNS sebesar Rp 180,6 triliun (RAPBN) atau Rp 180,8 triliun (APBN).
Jadilah PNS yang baik, atau tidak samasekali. Semoga...
BalasHapus