Program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional yang beberapa waktu lalu gencar dicanangkan dengan tujuan mengejar standar mutu pendidikan dalam perjalananya tidak sesuai dengan yang direncanakan bahkan menuai banyak kritik dan kecaman karena konsep tersebut terkesan sangat dipaksakan dan nyata tidak memberikan kontribusi berarti bagi peningkatan mutu pendidikan. Hal tersebut bisa dilihat dari pelaksanaan program RSBI rawan terhadap penyimpangan karena RSBI cenderung menekankan biaya pendidikan ketimbang kualitas pendidikan, dilapangan baru sekedar merubah status sekolah dan terkesan menghambur-hamburkan anggaran.
Hal ini mendapat sorotan tajam karena pemerintah dalam APBN memberikan subsidi untuk RSBI/SBI sangat besar dalam tahun anggaran 2011saja mencapai 289 miliar untuk sejumlah 1.329 sekolah (SD,SMP dan SMA/SMK) berstatus RSBI yang mendapatkan izin 2006-2010. Dari awal kemunculanya RSBI sudah memunculkan polemik tersendiri karena dinilai tidak sesuai dengan langkah pemerintah dalam penuntasan program wajib belajar 9 tahun sesuai amanat Undang-Undang Dasar yang mewajibkan pemerintah menanggung biaya pendidikan tersebut.Dengan status RSBI sekolah diperkenankan memungut biaya untuk operasional penyelenggaraan pendidikan dan ada indikasi menjadi alat transaksi dalam penerimaan siswa baru. Selain itu RSBI juga bertentangan dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan yakni pemerataan, keadilan dan kesetaraan karena hanya mengakomodir 20% kuota untuk siswa miskin dan dalam penyelenggaraanya belum bisa terpenuhi secara maksimal justru alokasi anggaran lebih bayak terserap untuk pengadaan sarana prasarana mencapai 50%.
Langkah kementerian Pendidikan nasional menghentikan sementara program sekolah Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) merupakan langkah tepat dalam memutus potensi korupsi di lingkungan pendidikan Konsep pengembangan RSBI juga tidak selaras dengan model pendidikan yang mengutamakan pendekatan berbasis lingkungan dan kearifan lokal daerah tempat pendidikan tersebut dilaksanakan justru melarikan arah pendidikan pada model-model pengembangan internasional yang tentu sangat berbeda dan bahkan bisa bertolak belakang dengan kultur, tradisi dan khasanah keilmuan bangsa kita. Selain itu RSBI juga menciptakan kelas-kelas sosial dalam masyarakat karena siswa yang bisa bersekolah merupakan kelas menengah keatas yang memiliki cukup biaya untuk menanggung operasional pendidikan. “RSBI bukan jaminan untuk melahirkan siswa-siswa yang cerdas, sebab lebih banyak siswa yang masuk karena mengejar status dengan kemampuan dana yang dipunyai sedangkan kemampuan otaknya biasa-biasa saja sehingga menciptakan diskriminasi bagi siswa yang memiliki potensi untuk bisa bersekolah disana dan cenderung menghambat perkembangan sumber daya manusia karena pada dasarnya setiap anak memiliki potensi untuk berkembang baik anak orang kaya ataupun anak orang miskin.
” Untuk itu kami dari Forum Guru Swasta Kabupaten Kebumen dan Ikatan Sekolah Tinggi Agama Islam (IKA STAINU) menyatakan secara tegas menolak penyelenggaraan RSBI dan meminta kementerian Pendidikan Nasional menghentikan program RSBI. Pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan yang berwawasan internasional tidak harus dengan melabeli sekolah dengan istilah internasional justru karakter bangsa yang harus diutamakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar